PAYUNG HIJAU PELINDUNG BUMI
Permasalahan saat ini yang mengganggu kestabilitas kehidupan adalah global warming, global warming atau yang biasa kita sebut pemanasan global terjadi karena efek rumah kaca dimana panas yang diterima bumi dari pancaran sinar matahari yang seharusnya dipantulkan kembali keluar angkasa, itu malah dipantulkan kembali ke bumi akibat adanya awan polusi. Akibatnya bisa ditebak, permukaan bumi suhunya makin hari makin naik, ibaratnya kita memasak air di panci yang tertutup dengan apinya yang sangat panas , akibatnya air tersebut makin lama makin panas dan berubah menjadi uap air yang panas, begitu juga keadaan bumi saat ini. Polusi terjadi akibat adanya pencemaran, pencemaran berarti adanya perubahan yang tidak diinginkan pada lingkungan yang meliputi udara, air, baik secara fisik, kimia, maupun secara biologi.
Komponen penyebab pencemaran linkungan biasa kita sebut polutan.Polutan dibagi menjadi 3,yaitu:
• Polutan biologi, artinya pencemaran yang disebabkan oleh makhluk hidup, seperi bakteri pada sampah dan kotoran.
• Polutan kimia (zat), seperti: limbah yang mengandung merkuri (Hg), gas O2, gas CFC, debu asbes dan peptisida.
• Polutan energi, disebut juga polutan fisik, misalnya panas dan radiasi.
Global warming terjadi akibat adanya beberapa faktor, diantaranya adalah “peranan peternakan”. Emisi CO2 yang dikeluarkan industri peternakan jauh lebih besar menyebabkan global warming daripada emisi CO2 yang dikeluarkan seluruh transportasi di dunia. Jumlah CO2 yang dihasilkan seekor sapi sama dengan jumlah CO2 yang dikeluarkan kendaraan yang bepergian sejauh 70.000 km. Diperkirakan 4.36,5 kg CO2 gas rumah kaca penyebab global warming oleh 1 kg daging sapi, setara dengan energi fosil untuk menyalakan lampu 100 watt selama 20 hari. Jadi, dapat disimpulkan bahwa produksi peternakan bertanggung jawab terhadap emisi global warming.
Dampak dari global warming sungguh mengerikan dan memprihatinkan, berbagai tanda sangat mengerikan dan menghawatirkan kehidupan di dunia ini, berbagai tanda sebenarnya dari dulu sudah nampak, bahkan telah terjadi pada zaman Plestocen (Divilium) pada zaman ini terjadi “Interglasial”, yaitu: mencairnya es-es di kutub utara, akibatnya wilayah di Indonesia terpisah. Wilayah Indonesia bagian barat berpisah dengan wilayah Asia yang ditandai dengan adanya Paparan Sunda, sebaliknya wilayah Indonesia bagian timur terpisah dengan wilayah Australia yang ditandai dengan adanya Paparan Sahul. Berikut tanda-tanda dari fenomena global warming, antara lain: terjadi perubahan pola musim, kemarau yang panjang, serta curah hujan yang tidak normal dengan frekuensi yang lebih sedikit tetapi intensitasnya yang sangat tinggi. Akibatnya, dapat diperkirakan akan terjadi banjir dimana-mana dengan musim kemarau yang berlangsung lama.
Begitu juga di laut, di laut dirasakan adanya peningkatan frekuensi terjadinya badai tropis yang telah menyebabkan terjadinya gelombang pasang, ombak besar dan pantai-pantai yang mengalami abrasi yang parah. Selain itu, ancaman perubahan pola arus dan pasang surut sangat memungkinkan terjadi.
Yang terparah adalah fenomena hujan asam, fenomena ini dapat berakibat kerusakan hutan dan mampu mengkaratkan benda-benda yang terbuat dari logam, menurunkan pH tanah, sungai, serta danau sehingga mempengaruhi kehidupan organisme tanah dan air, serta kesehatan manusia. Berikut ini proses terjadinya hujan asam:
Sulfur dioksida bereaksi dengan Oksigen membentuk Sulfur trioksida
2 SO2+O2 2 SO3
Sulfur trioksida kemudian bereaksi dengan Oksigen dengan uap air yang membentuk asam
SO3+H2O H2SO4
Uap air yang telah mengandung asam ini menjadi bagian dari awan yang akhirnya turun ke bumi sebagai hujan asam yang sangat merugikan bagi kehidupan hidup di dunia.
Fenomena global warming menghadirkan tantangan untuk bisa mencari solusi yang bisa menjawab semua tantangan. Dalam hal ini bekerja sama dengan dunia tumbuhan merupakan tindakan jitu untuk mengatasi masalah ini.
Tumbuhan bersifat “autotrof” artiya bisa membuat makanan sendiri dari reaksi Fotosintesis. Reaksi fotosintesis ini merupakan tindakan Pioner dalam penanganan berbagai masalah global warming karena dalam reaksi ini, terjadi perubahan CO2 menjadi O2 yang bermanfaat bagi kehidupan.
C6H12O6+ CO2 O2 + H2O + Zat makanan.
Peranan tanaman tidak hanya ditanam ditanah saja. Atap rumah juga bisa dijadikan media untuk penanaman tanaman. Atap hijau bisa berguna untuk mengatur temperatur. Atap hijau bisa dikatakan payung hijau pelindung bumi, karena tanaman hijau menyerap panas atau istilahnya Evotranspirasi, Atap hijau juga bisa menyerap laju hujan. Lapisan tanah bisa menyerap banyak air hujan. Jadi, akan lebih sedikit air yang turun ke selokan. Tanaman yang lembab konon juga bisa menyerap berbagai debu yang bertebaran di udara.
Karena,”menanam sekarang, esok memanen”
Permasalahan saat ini yang mengganggu kestabilitas kehidupan adalah global warming, global warming atau yang biasa kita sebut pemanasan global terjadi karena efek rumah kaca dimana panas yang diterima bumi dari pancaran sinar matahari yang seharusnya dipantulkan kembali keluar angkasa, itu malah dipantulkan kembali ke bumi akibat adanya awan polusi. Akibatnya bisa ditebak, permukaan bumi suhunya makin hari makin naik, ibaratnya kita memasak air di panci yang tertutup dengan apinya yang sangat panas , akibatnya air tersebut makin lama makin panas dan berubah menjadi uap air yang panas, begitu juga keadaan bumi saat ini. Polusi terjadi akibat adanya pencemaran, pencemaran berarti adanya perubahan yang tidak diinginkan pada lingkungan yang meliputi udara, air, baik secara fisik, kimia, maupun secara biologi.
Komponen penyebab pencemaran linkungan biasa kita sebut polutan.Polutan dibagi menjadi 3,yaitu:
• Polutan biologi, artinya pencemaran yang disebabkan oleh makhluk hidup, seperi bakteri pada sampah dan kotoran.
• Polutan kimia (zat), seperti: limbah yang mengandung merkuri (Hg), gas O2, gas CFC, debu asbes dan peptisida.
• Polutan energi, disebut juga polutan fisik, misalnya panas dan radiasi.
Global warming terjadi akibat adanya beberapa faktor, diantaranya adalah “peranan peternakan”. Emisi CO2 yang dikeluarkan industri peternakan jauh lebih besar menyebabkan global warming daripada emisi CO2 yang dikeluarkan seluruh transportasi di dunia. Jumlah CO2 yang dihasilkan seekor sapi sama dengan jumlah CO2 yang dikeluarkan kendaraan yang bepergian sejauh 70.000 km. Diperkirakan 4.36,5 kg CO2 gas rumah kaca penyebab global warming oleh 1 kg daging sapi, setara dengan energi fosil untuk menyalakan lampu 100 watt selama 20 hari. Jadi, dapat disimpulkan bahwa produksi peternakan bertanggung jawab terhadap emisi global warming.
Dampak dari global warming sungguh mengerikan dan memprihatinkan, berbagai tanda sangat mengerikan dan menghawatirkan kehidupan di dunia ini, berbagai tanda sebenarnya dari dulu sudah nampak, bahkan telah terjadi pada zaman Plestocen (Divilium) pada zaman ini terjadi “Interglasial”, yaitu: mencairnya es-es di kutub utara, akibatnya wilayah di Indonesia terpisah. Wilayah Indonesia bagian barat berpisah dengan wilayah Asia yang ditandai dengan adanya Paparan Sunda, sebaliknya wilayah Indonesia bagian timur terpisah dengan wilayah Australia yang ditandai dengan adanya Paparan Sahul. Berikut tanda-tanda dari fenomena global warming, antara lain: terjadi perubahan pola musim, kemarau yang panjang, serta curah hujan yang tidak normal dengan frekuensi yang lebih sedikit tetapi intensitasnya yang sangat tinggi. Akibatnya, dapat diperkirakan akan terjadi banjir dimana-mana dengan musim kemarau yang berlangsung lama.
Begitu juga di laut, di laut dirasakan adanya peningkatan frekuensi terjadinya badai tropis yang telah menyebabkan terjadinya gelombang pasang, ombak besar dan pantai-pantai yang mengalami abrasi yang parah. Selain itu, ancaman perubahan pola arus dan pasang surut sangat memungkinkan terjadi.
Yang terparah adalah fenomena hujan asam, fenomena ini dapat berakibat kerusakan hutan dan mampu mengkaratkan benda-benda yang terbuat dari logam, menurunkan pH tanah, sungai, serta danau sehingga mempengaruhi kehidupan organisme tanah dan air, serta kesehatan manusia. Berikut ini proses terjadinya hujan asam:
Sulfur dioksida bereaksi dengan Oksigen membentuk Sulfur trioksida
2 SO2+O2 2 SO3
Sulfur trioksida kemudian bereaksi dengan Oksigen dengan uap air yang membentuk asam
SO3+H2O H2SO4
Uap air yang telah mengandung asam ini menjadi bagian dari awan yang akhirnya turun ke bumi sebagai hujan asam yang sangat merugikan bagi kehidupan hidup di dunia.
Fenomena global warming menghadirkan tantangan untuk bisa mencari solusi yang bisa menjawab semua tantangan. Dalam hal ini bekerja sama dengan dunia tumbuhan merupakan tindakan jitu untuk mengatasi masalah ini.
Tumbuhan bersifat “autotrof” artiya bisa membuat makanan sendiri dari reaksi Fotosintesis. Reaksi fotosintesis ini merupakan tindakan Pioner dalam penanganan berbagai masalah global warming karena dalam reaksi ini, terjadi perubahan CO2 menjadi O2 yang bermanfaat bagi kehidupan.
C6H12O6+ CO2 O2 + H2O + Zat makanan.
Peranan tanaman tidak hanya ditanam ditanah saja. Atap rumah juga bisa dijadikan media untuk penanaman tanaman. Atap hijau bisa berguna untuk mengatur temperatur. Atap hijau bisa dikatakan payung hijau pelindung bumi, karena tanaman hijau menyerap panas atau istilahnya Evotranspirasi, Atap hijau juga bisa menyerap laju hujan. Lapisan tanah bisa menyerap banyak air hujan. Jadi, akan lebih sedikit air yang turun ke selokan. Tanaman yang lembab konon juga bisa menyerap berbagai debu yang bertebaran di udara.
Karena,”menanam sekarang, esok memanen”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar